ZUN NUN AL-MISRI
Oleh: H. Ahmadi Isa
Nama lengkapnya adalah Abu al-Faid Sauban bin Ibrahim Zu al-Nun al-Misri. Dia dilahirkan di Ekhmim yang terletak di kawasan Mesir Hulu pada tahun 155 H./770 M. Banyak guru-guru yang didatanginya dan sejumlah pengembaraan yang dilakukannya baik di negeri Arab maupun Syria.
Pada tahun 214 H./829 M. dia ditangkap dengan tuduhan membuat bid'ah dan dikirim ke kota Bagdad untuk dipenjarakan di sana. Setelah diadili, khalifah memerintahkan agar dia dibebaskan dan dikembalikan ke Cairo. Di kota ini dia meninggal dunia pada tahun 245 H./860 M. Kuburannya sampai sekarang masih terpelihara dengan baik. Menurut ceritera, dia dianggap sebagai seorang ahli kimia yang memiliki kekuatan-kekuatan gaib dan mengetahui rahasia tulisan Hiroglif Mesir. Sejumlah syair dan risalah diduga sebagai karya tulisnya, tetapi kebanyakannya masih diragukan.
Menurut riwayat hidup para sufi, dia dikenal sebagai salah seorang yang luas ilmunya, kerendahan hatinya, dan budi pekertinya sangat baik. Dalam bidang tasawuf posisinya dipandang penting, karena dia yang pertama di Mesir yang membahas masalah ahwal dan maqamat para wali.
Abdurrahman al-Jami' dalam kitabnya Nafhat al-Unsmenggambarkannya sebagai tokoh aliran tasawuf Mesir, dimana para sufi banyak menimba ajaran-ajarannya maupun merujukkan ajaran mereka kepada ajaran-ajarannya.
Menurut Louis Massignon, kemesyhuran Zu al-Nun al-Misri dimungkinkan karena dia secara khusus telah mengklasifikasikan ahwal dan maqamat para sufi.
Dalam sejarah tasawuf, Zu al-Nun al-Misri dipandang sebagai bapak paham ma'rifat. Walaupun istilah ma'rifat sudah dikenal sebelum Zu al-Nun al-Misri, namun, pengertian ma'rifatversi khas tasawuf barulah dikenal dengan munculnya konsep tasawuf Zu al-Nun al-Misri.
Di sisi lain, jasa paling besar dari Zu al-Nun al-Misri ialah ajaran tasawufnya yang menetapkan keharusan melewatimaqamat dan ahwal dalam perjalanan para sufi menujuma'rifat. Dengan kata lain, sejak Zu al-Nun al-Misri, berkembanglah konsep ma'rifat yang khas dalam dunia sufi ; dan mulailah tersusun amalan-amalan tertentu dalam upaya para sufi dalam mendekatkan diri kepada Allah, yang dikenal dengan istilah maqamat dan ahwal.
Zu al-Nun al-Misri mengklasifikasikan ma'rifat ke dalam tiga bahagian, yaitu :
(1) ma'rifat orang awam ;
(2) ma'rifat para teolog (ahli ilmu kalam) dan filosof ;
(3) ma'rifat para wali dan muqarrabin (orang yang dekat dengan Allah SWT), serta mereka yang mengetahui Allah melalui hati nuraninya.
Menurut Zu al-Nun al-Misri, ma'rifat yang ketiga inilah yang tertinggi dan meyakinkan, karena ini diperoleh bukan melalui belajar, usaha, dan pembuktian, tetapi diperoleh melalui ilham yang diberikan Allah ke dalam hati yang paling rahasia pada hamba-Nya. Sehingga dia mengenal Tuhan melalui Tuhannya. Ini berarti, bahwa menurut Zu al-Nun al-Misri,ma'rifat itu bukan maqam, tetapi hal, yaitu suatu keadaan sikap mental yang diperoleh sufi semata-mata karena karunia Allah SWT. Lebih jelas lagi dapat dilihat dalam salah satu ungkapannya, yaitu : "Aku mengenal Tuhanku melalui Tuhanku ; dan sekiranya bukan karena Tuhanku, aku tidak akan mengenal Tuhanku."
Selanjutnya, Zu al-Nun al-Misri cenderung mengaitkanma'rifat dengan syariat, sebagaimana dia katakan : "Tanda seseorang yang marifat kepada Allah itu ada tiga, yaitu : cahaya ma'rifatnya tidak memudarkan cahaya sifat wara'nya, secara batiniah tidak memegangi ilmu yang menyangkal hukum lahiriah, dan banyaknya karunia Allah tidak menjadikannya melanggar pagar pembatas larangan-Nya." Bahkan lebih jauh lagi, menurut Zu al-Nun al-Misri, orang yang ma'rifat kepada Allah akan semakin khusu' (konsentrasi) setiap kali pengenalannya terhadap Allah semakin meningkat, sebagaimana dia katakan : "Seseorang yang ma'rifat kepada Allah setiap harinya tentu semakin khusu', sebab, setiap saat dia semakin akrab dengan Allah SWT."
Dan Zu al-Nun al-Misri juga mengatakan : “Ma'rifat yang sebenarnya ialah, bahwa Allah menyinari hatimu dengan cahaya ma'rifat yang murni, seperti matahari tidak dapat dilihat kecuali dengan cahayanya. Senantiasalah seseorang hamba mendekatkan dirinya kepada Allah sehingga terasa hilang dirinya, lebur di dalam kekuasaan-Nya, mereka merasa bahwa mereka berbicara dengan ilmu yang diletakkan oleh Allah pada lisan mereka, mereka melihat dengan penglihatan Allah, mereka berbuat dengan perbuatan Allah."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar